Koleksi Elektronik
Perlindungan hukum pekerja rumah tangga berbasis hak konstitusional
Polemik Pekerja Rumah Tangga sebagai pekerja dan/atau bukan sebagai pekerja menjadikan salah satu penyebab PRT tidak mendapat perlindungan hukum dari UU Ketenagakerjaan vis a vis RUU Cipta Kerja. Polemik tersebut semakin dipertegas oleh fakta historis bahwa kemunculan PRT merupakan proses sosial budaya masyarakat sehingga memunculkan ragam istilah yang variatif, seperti budak, abdi, ngenger, emban, rewang, bedinde, batur atau babu, pramuwisma, dan Pembantu Rumah Tangga atau disebut dengan istilah ‘pembantu’, sampai Asisten Rumah Tangga. Padahal, secara yuridis PRT dapat dikategorikan sebagai pekerja/buruh sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, politik hukum ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada PRT mengakibatkan mereka mengalami kondisi yang tidak memiliki perlindungan hukum. Hal ini merupakan pengabaian hak konstitusional PRT sebagai pekerja sekaligus sebagai warga negara, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tidak tersedia versi lain