Koleksi Elektronik
Lembaga peninjauan kembali (PK) perkara pidana: penegakan hukum dalam praktik&peradilan sesat
Secara filosofi, jiwa asas PK pidana:”hanya dapat diminta oleh terpidana atau ahli warisnya”,berpijak pada dasar bahwa dengan mempidana terdakwa yang tidak bersalah dengan putusan yang tetap, negara telah merampas keadilan dan hak terpidana secara tidak sah. Untuk memulihkan hak dan keadilan terdakwa tersebut, maka negara memberikan hak PK pada terpidana. Belakangan MA menafsirkan, bahwa berdasarkan pasal 24 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, jaksa berhak mengajukan PK. MA menempatkan fungsi,kedudukan, dan hubungan kedua sumber hukum secara terbalik, yaitu pasal 263(1) KUHAP sebagai lex specialis, sedangkan undang-undang tersebut ditempatkan sebagai lex generalis. Untuk mengetahui siapa pihak-pihak yang dimaksud pasal 24 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 (lex generalis), dalam perkara pidana (lex specialis), seharusnya didasarkan pada pasal 263 ayat (1) KUHAP. Namun MA menafsirkan “terpidana” atau “ahli warisnya” dalam pasal 263 ayat(1) UU No.48 Tahun 2009. Kiranya cara seperti ini yang disebut dengan interpretatio est pervesio.
Tidak tersedia versi lain